Ahad, 7 Januari 2023, di Gedung Majelis Pemuda, Desa Beka, Kecamatan Marawola, Sulawesi Tengah, menjadi ruang Memaknai Pendidikan Karakter melalui Musik Tradisi sekaligus sebagai saksi keberlanjutan semangat kultural suku Kaili lewat Program Nokayori#2. Sebagai wujud komitmen Komunitas Seni Sel Telur dan Lembaga Sanggar Seni Kololio,Kegiatan ini tidak hanya menjadi panggung bagi seniman, tetapi juga mentransformasikan misi mendalam; menghidupkan semangat Kayori (seni merekam peristiwa) dalam pendidikan karakter. Oleh karena itu, Pentingnya seni tradisional dalam membentuk karakter individu, komunitas, dan lingkungannya menjadi luaran utama dalam tema Nokayori #2 yang bukan hanya sekadar menjadi wadah seni, melainkan juga menjadi forum pembentukan karakter dan harmonisasi komunitas.

Budaya pesan melalui nyanyian untuk menidurkan bayi, membawa dimensi filosofis yang kaya nilai pendidikan karakter

Izat Gunawan

Ketua Dewan Kesenian Sigi (DKS), Akbar Dian, menggarisbawahi dukungan penuh dari DKS terhadap Nokayori #2, mengangkat peran penting DKS sebagai fasilitator dalam memajukan seni di tingkat lokal. Harapannya, semangat Nokayori dapat menular dan menciptakan gelombang positif di berbagai komunitas seni lainnya.

Acara ini menjadi simbol kolaborasi antara pemuda Desa Beka dan Lembaga Sanggar Seni Kololio Desa Kaleke, merangsang semangat seni yang berkelanjutan. Keberagaman komunitas, seperti Komunitas Seni Lobo dan kelompok musik Tardigrada dari Kota Palu, turut menambah nuansa berwarna pada Nokayori #2. Bahkan, pertanyaan dan percakapan hangat semakin memperdalam makna seni tradisional dan karakter dalam pendidikan.

Dalam presentasinya, Yayan Kololio memberikan gambaran mendalam tentang alat musik tradisional suku Kaili. Pengklasifikasian alat musik tersebut tidak hanya memberikan pemahaman akan keberagaman instrumen, tetapi juga menghubungkan suku Kaili dengan daerah-daerah lain di Indonesia.

Dalam sesi diskusi, pertanyaan mengenai makna istilah “Kakula” membawa penonton  lebih jauh dalam pemahaman musik tradisional suku Kaili. Proses observasi, eksplorasi, dan riset menjadi kunci dalam menghasilkan karya musik tradisional yang bukan hanya menghibur tetapi juga memiliki nilai ilmu pengetahuan.
 

Melalui presentasi Muhammad Izat Gunawan, terungkap bahwa musik tradisional suku Kaili tidak hanya berkutat pada alat musik seperti Lalove, Gimba, dan Kakula. Tradisi lisan, seperti Nompaova, yang menyampaikan pesan melalui nyanyian untuk menidurkan bayi, membawa dimensi filosofis yang kaya nilai pendidikan karakter.

Ada Pula tantangan lain, tentang perbedaan metode berkesenian antara Sulawesi Tengah dan Jawa. Sulawesi Tengah, khususnya suku Kaili, masih mengandalkan metode hafalan, sementara Jawa telah mengadopsi notasi tradisi sebagai kaidah kolektif. Ini menciptakan perbedaan signifikan yang membutuhkan perencanaan dan strategi terukur dalam pelestarian musik tradisional.

Dalam menghadapi zaman yang modern, musik tradisional memiliki potensi besar sebagai medium transformasi pengetahuan. Namun, untuk memastikan keberlanjutan, perlu integrasi inovasi dan pembenahan dalam pengajaran musik tradisional di lingkup pendidikan formal.

Kolaborasi lintas sektor, melibatkan komunitas seni, lembaga pendidikan, dan dukungan pemerintah, menjadi kunci keberhasilan pelestarian dan pengembangan musik tradisional suku Kaili. Program-program inovatif, harus terintegrasi dalam kurikulum formal dan nonformal untuk menjamin akses generasi muda terhadap warisan musik tradisional dengan baik.

Dengan menggabungkan tradisi dan inovasi, diharapkan musik tradisional suku Kaili tetap relevan dan memberikan kontribusi positif pada pendidikan karakter masyarakat modern. Program Nokayori berikutnya, diharapkan semangatnya terus berkobar dan menjadi inspirasi bagi komunitas seni lainnya untuk turut serta dalam melestarikan dan mengembangkan potensi seni dan budaya dari tatanan lokal hingga global